Russia Today dalam laporannya, Jumat (04/04/2014) menyebut, Pemerintah Rusia langsung menyiagakan kekuatan militer penuh menyusul langkah Amerika Serikat (AS) dan NATO yang terus memperbanyak pasukan di Eropa Timur, ketegangan makin memanas karena kapal perang lain AS dikirim menuju Laut Hitam dan makin memicu meningkatnya ketegangan.

Pentagon berdalih kapal perang baru itu untuk menggantikan kapal perusak pemandu rudal, USS Truxtun dalam partisipasi militer dengan Angkatan Laut Bulgaria dan Rumania.

Sementara itu, USS Donald Coogoogk and USS Ramage kini ditempatkan di Mediterania timur. Dua kapal perusak Amerika itu berpartisipasi dalam latihan militer dengan Angkatan Laut Yunani dan Israel.

Kapten Gregory Hicks dari Komando Eropa AS mengatakan bahwa pihaknya berencana memenuhi seruan pejabat AS dan NATO untuk mempertahankan kehadiran pasukan maritim di Mediterania timur dan Laut Hitam.

Pemerintah Rusia sendiri menyikapi hadirnya pasukan militer Barat dengan mengaktifkan semua kekuatan militer yang mereka punya.


Siap tempur, Putin perintahkan militer Rusia Siaga-I
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov meminta NATO menjelaskan rencana barunya meningkatkan kehadiran pasukan militer di Eropa Timur.

Dilansir AFP, Jumat (04/04/2014), Lavrov mengatakan negaranya sedang menunggu penjelasan NATO tentang rencana aliansi militer itu mengintensifkan kegiatan di negara-negara Eropa Timur.


“Kami telah bertanya pada NATO. Kami mengharapkan bukan sekedar jawaban tapi jawaban sepenuhnya yang menghormati aturan yang kita telah koordinasikan,” tegas Lavrov.

Sementara itu, di Kremlin, Moskow, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintah Menteri Pertahanan agar militer dalam kondisi siaga I atau siap tempur. Bahkan, pangkalan AL Rusia di Laut Hitam sudah menerima order Moskow tentang status siaga I yang diperintkan Presiden Putin.


Akhirnya, Rusia pilih check out dari kerjasama NATO
Pemerintah Rusia resmi keluar dan menarik Valery Yevnevich, kepala perwakilan militernya di NATO menyusul sikap AS dan Barat yang terus menebarkan permusuhan kepada pemerintah di Moskow.

“Kami tidak melihat kesempatan untuk melanjutkan kerjasama militer dengan NATO, mereka terus menebarkan kebencian,” ujar Wakil Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Antonov, Jumat (04/04/2014), dilansir Ria Novosti.

Penarikan Valery Yevnevich mengikuti menyusul keputusan NATO pekan ini yang menangguhkan kerjasama dengan Rusia setelah wilayah Crimea menyatakan kemerdekaannya dari Ukraina.

Langkah keluar Rusia itu mengagetkan Pemerintah Amerika Serikat. Dengan keluarnya NATO, maka Rusia sudah tidak lagi menilai NATO sebagai aliansi mitra, melainkan sebagai musuh.


Putin permalukan Obama, telepon 3 kali ditolak terus
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama kena batunya. Karena tak percaya Rusia keluar dari kerjasama NATI, Obama menelepon Presiden Vladimir Putin. Namun, Putin ogah menerima telepon Obama, meski penguasa Gedung Putih itu berusaha menghubunginya sebanyak 3 kali.


Dilaporkan New York Daily, Jumat (04/04/2014), kejadian itu diungkapkan staf kepresiden di Grand Kremlin, yang menyebut telepon Obama hanya dijawab oleh staf Putin.

Untuk kali pertama, telepon seorang Presiden AS ditolak.Kejadian ini menimpa Obama yang menghubungi Putin sebanyak 3 kali tapi Putin tidak berkenan menerima telepon.

Dalam telepon yang ketiga, staf Putin menjelaskan kalau Presiden Rusia itu menolak berbicara dengan Obama. Namun tidak dijelaskan apa maksud Putin untuk kali pertama itu menolak berhubungan telepon dengan Obama.

“Presiden Putin sangat tidak berkenan menerima telepon Presiden Obama. Ini adalah kejadian pertama dan tentu saja Obama malu akan hal ini,” ujar Joseph Vledovich, salah satu staf kepresidinen di Kremlin. Pihak Gedung Putih sendiri menolak memberikan pernyataan tentang aksi penolakan Putin menerima telepon Obama.


Presiden Putin janjikan “Kiamat Ekonomi” untuk Amerika
Rusia dan Amerika Serikat (AS) kini sudah resmi berperang. Meski kontak senjata belum diletuskan, namun perang ekonomi sudah dimulai.

AS memulainya dengan penjatuhan sanksi ekonomi bagi perusahaan dan perbankan Rusia dan kini sanksi itu dibalas Rusia dengan menaikkan harga pasokan gas dan penolakkan penggunaan mata uang dollar AS dalam berbagai transaksi.


Presiden Rusia, Vladimir Putin dilansir Russia Today, Sabtu (05/04/2014) menyatakan, Rusia memiliki kemampuan memukul balik sanksi yang dijatuhkan AS.

“Mereka sepertinya lupa bahwa kami adalah sebuah kekuatan energi besar yang mampu menolak dollar AS untuk melunasi hutang kami dan untuk cadangan energinya. Jika kalian tetap dengan sikap bermusuhan kalian, Rusia akan membuat ekonomi kalian kiamat,” tegas Putin.

Kebijakan terbaru Rusia itu menyusul makin meningkatnya ketegangan eskalasi di krisis Ukraina pasca Crimea bergabung ke Rusia. Eric Draitser, seorang analis Wall Street, dilansir Financial, menyebut bahwa kini Rusia memasok lebih dari 1/3 gas untuk Eropa.

“Jika Amerika dan Eropa berupaya melakukan eskalasi situasi terus-menerus dan Rusia juga melakukan aksinya maka akan terjadi depresiasi euro dan dollar yang pada gilirannya akan memicu kerusuhan dalam pasar global,” ujarnya.

Menurut Draitser, Rusia sangat mudah membuat Eropa kesulitan dalam mengakses kebutuhan gas.

“Saya pikir semua orang sangat ingin menghindari perang, saling tembak, terutama dengan senjata nuklir dimana Rusia jelas-jelas memilikinya. AS memilih menekan Rusia lewat perang ekonomi, tapi Rusia punya senjata utama, yakni kekuatan pasokan gas,” pungkas Draitser.


Rusia naikkan harga gas 80 persen, Uni Eropa menjerit!
Janji Rusia untuk membuat negara-negara Barat menyesal karena mengikuti langkah Amerika Serikat (AS), akhirnya dibuktikan. Terhitung sejak Sabtu (05/04/2014) hari ini, pemerintah Rusia menaikkan tarif kenaikan harga pasokan gas ke Eropa dan Ukraina sebesar 80 persen.

Aksi ini diduga sebagai jawaban atas sanksi yang diberikan AS dan Eropa kepada Rusia atas krisis di Ukraina.

Dilansir pada Sabtu (05/04/2014), Kementerian Energi Rusia, dalam pernyataan resminya menyatakan, jika ada negara di Eropa yang tidak sanggup, maka Moskow akan menghentikan pasokan gas pada negara itu.

Ancaman krisis ekonomi yang diutarakan Russia bisa berdampak besar, khususnya bagi AS dan Eropa.

Kabar dinaikkanya harga gas oleh Rusia itu langsung memantik kericuhan di kalangan pemimpin Eropa. Namun sejauh ini, belum ada pemimpin Eropa yang mengomentari kebijakan Rusia itu.

Pemerintah AS langsung bereaksi keras dengan langkah terbaru Rusia ini. Wakil Presiden AS Joe Biden berjanji akan bekerja dengan Ukraina dan sekutu lainnya untuk mencegah negara-negara seperti Rusia menggunakan energi sebagai senjata.

“Kita akan bekerjasama dan tidak akan membiarkan Rusia menggunakan energi sebagai senjata. Kita akan bersama-sama memenuhi kebutuhan paling mendesak itu,” tegas Biden.


Rusia akan menyerbu Ukraina jika gabung NATO
Pemerintah Rusia mengeluarkan ancaman keras kepada Ukraina jika negara bekas Uni Soviet itu bergabung ke NATO.
Moskow mengancam akan melakukan serangan militer pendahuluan menyusul aksi provokatif NATO berusaha mengerahkan pasukannya di perbatasan Rusia dengan merekrut Georgia dan Ukraina untuk bergabung ke NATO.


Russia Today, dalam laporannya, Senin (07/04/2014) melaporkan, ancaman perang dari Rusia itu menyusul terjadi pertemuan antara NATO dan para pejabat Georgia dan Ukraina di Brussels guna merancang pembicaraan tentang Rencana Aksi Keanggotaan (MAP) pada September 2014 mendatang.

Kementerian Luar Negeri Rusia dalam pernyataan resminya menegaskan Moskow memperingatkan Ukraina agar tidak bergabung dengan NATO.

“Rakyat Ukraina tidak mendukung penggabungan ke NATO. Jika hal itu dipaksakan, kami akan melakukan langkah-langkah pendahuluan untuk mencegah itu terjadi, termasuk pilihan untuk melakukan serangan militer,” bunyi pernyataan itu.


Membelot, 8 ribu pasukan Ukraina pindah ke Rusia
Sekitar 8.000 tentara Ukraina yang bertugas di Crimea meninggalkan pangkalan militer dan bergabung dengan angkatan bersenjata Rusia.

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, dilansir Reuters, Senin (07/04/2014) mengatakan angka tersebut dan mengatakan tentara Ukraina itu mengajukan permohonan izin untuk bergabung dengan tentara Rusia, dan sekitar 3.000 tentara Ukraina telah bergabung dengan pasukan Rusia.

Shoigu juga mengatakan, pasukan Ukraina lainnya telah meninggalkan semenanjung Laut Hitam. Selain itu, Shoigu membantah bahwa Rusia melanggar perjanjian yang ditandatangani dengan Kiev untuk meningkatkan kehadiran militernya di semenanjung itu.


Dokumen NATO: Target singkirkan Presiden Vladimir Putin!
Sebuah dokumen rahasia milik aliansi pakta pertahanan Atlantik Utara (NATO), mengungkap adanya skenario untuk menyingkirkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dari kursi kepresidenan.


Putin, di mata AS dan NATO adalah rintangan besar dalam mewujudkan ambisi hegemoni AS untuk menguasai negara-negara di Eropa Timur dan sejumlah negara bekas Uni Soviet, khususnya penempatan perisai-perisai rudal yang selama ini ditentang keras oleh Putin.

Dalam laporan yang beredar, dilansir Dekapfile, (08/04/2014), AS dan NATO merencanakan sejumlah sabotase di sejumlah lokasi di Rusia, dengan maksud untuk menghasut rasa takut publik dan menyalah Putin atas kebijakannya mengambil alih Crimea dari Ukraina.

Dokumen itu juga menyebut, Putin harus segera dienyahkan, karena NATO melihat gelagat Putin akan kembali beraksi untuk menganeksasi kota-kota lain di Ukraina Timur. Gegalat itu tampak dari sejumlah aksi demonstrasi di tiga kota di wilayah timur Ukraina yang berbatasan dengan Rusia.

Satu yang menjadi perhatian NATO adalah kecermatan Putin dalam melakukan analisa intelijen. Pengalaman Putin sebagai agen KGB di masa Uni Soviet memberi keuntungan bagi Putin untuk membaca aksi intelijen yang ditujukan padanya.


Selangkah lagi, Kota Donetsk di Ukraina jadi milik Rusia
Ribuan demonstran pro-Rusia di kota Donetsk, Ukraina timur mendeklarasikan kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk secara independen dan menyatakan bergabung dengan Federasi Rusia.

Ukraina Timur minta gabung dengan russiaDilansir Russia Today, Selasa (08/04/2014), legislatif daerah Donetsk memutuskan untuk mengadakan referendum untuk bergabung dengan Federasi Rusia pada 11 Mei mendatang.

Para demonstran juga meminta Rusia untuk mengirim pasukan guna menjaga wilayah yang akan dimerdekakan itu. Sementara itu di dekat kota Kharkiv, bentrokan meletus antara demonstran pro-Moskow dan pro-Kiev. Unjuk rasa pro-Rusia menjadi pemandangan umum di timur kota Ukraina selama beberapa minggu terakhir ini.

Orang-orang bersenjata pro-Rusia telah menduduki markas keamanan negara di kota Luhansk, Ukraina timur, menuntut adanya referendum untuk bergabung ke Rusia, menyusul Crimea. Dilansir AFP, Senin (07/04/2014), para demonstran berbaris di Luhansk dan kota lain di bagian timur Ukraina, Donetsk, dimana demonstran melemparkan petasan ke arah polisi anti huru hara.

Para demonstran menuntut agar kota-kota itu mengadakan referendum mengenai apakah akan berpisah dengan Ukraina dan menjadi bagian dari Rusia, referendum yang sama dengan yang diadakan di Krimea bulan lalu.

Menteri Dalam Negeri Ukraina Arsen Avakov menuding Presiden Rusia Vladimir Putin menghasut dan membiayai terjadinya masalah di Ukraina timur.

“Ini akan jadi alasan Rusia untuk menyerang kami dengan alasan melindungi etnis Rusia, sama seperti yang terjadi di Crimea. Putin ada di belakang semua ini,” tegas Avakov.

Ketua Parlemen Oleksandr Turcinov dan Presiden interim Ukraina menggelar pertemuan darurat dengan para menteri dan petinggi militer untuk membahas masalah yang diyakini akan menjadi pintu masuk Rusia mengirim pasukan di dua kota di timur Ukraina itu.

Sebelumnya, pasukan Rusia dilaporkan telah menembak mati seorang perwira Angkatan Laut Ukraina di wilayah yang baru bergabung ke Rusia itu. Dilansir AFP, Senin (07/04/2014), sebelum terjadi penembakan, terjadi perselisihan hebat antara pasukan Rusia dan pasukan Ukraina.

Berita penembakkan itu terjadi saat hubungan Rusia dan Ukraina didukung Eropa serta AS tengah memanas. Pemerintah Kremlin belum memberikan komentar terkait insiden penembakan yang menewaskan perwira AL Ukraina itu. Kementerian Pertahanan Rusia juga belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden pertama pasca penggabungan Crimea ke Rusia.


Kepung Rusia, NATO tambah armada jet tempurnya menuju perang Armageddon
Menyikapi permusuhan dengan Rusia, NATO dalam keputusannya sepakat menambah jumlah jet tempur yang berpatroli atas wilayah Baltik tiga kali lipat. Dilansir Reuters, Kamis (10/04/2014), penambahan jumlah jet NATO di Eropa Timur itu merupakan angka tertinggi untuk melindungi sekutunya di Eropa tengah pasca krisis Ukraina dan reunifikasi Crimea dengan Rusia.


Awal bulan April 2014, para menteri luar negeri NATO mengadakan pertemuan di Brussels untuk membahas langkah-langkah memperkuat kehadiran militer di negara-negara anggota NATO di Eropa Timur. Langkah-langkah itu termasuk pengiriman tentara dan peralatan NATO serta latihan militer di wilayah tersebut.

Penumpukan pasukan militer yang dilakukan Amerika Serikat dan NATO sebagai persiapan menghadapi Rusia terkait krisis Ukraina kemungkinan besar akan memicu sebuah perang habis-habisan (Armageddon).

“Tindakan AS dan NATO dengan menempatkan pasukan dalam jumlah banyak di kawasan Baltik telah menghancurkan kepercayaan pemerintah Rusia dan berpotensi menuju perang,” demikian isi laporan dinas rahasia Rusia, Sluzhba Vneshney Razvedki (SVR), dilansir Inter-fax, Kamis (10/04/2014).

SVR dalam laporannya menilai, AS telah mengambil langkah provokatif militer melawan Rusia. Langkah NATO mengerahkan pasukan militer di perbatasan Rusia telah melanggar perjanjian NATO dan Rusia tahun 1997 serta Konvensi Montreux.

Di laporan itu juga ada saran kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk mempersiapkan segala sesuatu, termasuk kemungkinan paling buruk, yakni perang habis-habisan dengan NATO.

AS sendiri mengalami banyak kegagalan dan menekan Rusia dan kini kehilangan pengaruh ekonomi Rusia sudah menghilangkan dollar dalam transaksi perdagangannya.

(sumber: jurnal3.com / RT / AFP / Dekapfile / indocropcircles / berbagai sumber)

Aduhhhh jangan sampe terjadi perang dunia ke 3